MA Putuskan Izin Lingkungan PT Dairi Prima Mineral Dicabut

Medan, Haroan – Mahkamah Agung (MA) memutuskan izin lingkungan perusahaan tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, agar dicabut. Putusan itu terbit pada 12 Agustus 2024 lalu.

Seperti diketahui, masyarakat Kabupaten Dairi bertahun-tahun bekerja untuk menghentikan tambang PT DPM.

Kehadiran perusahaan tersebut dianggap menimbulkan risiko ekstrem bagi desa-desa di sekitarnya dan lingkungan hidup.

Fasilitas penyimpanan limbah, atau bendungan tailing, yang akan dibangun di tambang menjadi perhatian khusus, termasuk para ahli pertambangan mengatakan bahwa hampir pasti akan gagal, yang dapat melepaskan lebih banyak lebih dari 1 juta ton lumpur dan limbah beracun ke desa-desa terdekat.

Masyarakat kemudian menentang izin lingkungan untuk tambang yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan membawa kasus mereka ke Mahkamah Agung.

BACA JUGA: Warga Dairi Bukan Tumbal Tambang, MA Didesak Tegakkan Keadilan

Pada 12 Agustus 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk memenangkan masyarakat, menyimpulkan bahwa dalam memberikan izin, KLHK telah gagal menerapkan tata kelola yang baik, dan bahwa persetujuan lingkungan harus dicabut.

Direktur Bakumsu Tongam Panggabean, LSM pendukung masyarakat yang memberi bantuan hukum, menyebut bahwa para ahli kelas dunia telah memberikan kesaksian tentang bahaya bawaan pada tambang DPM yang diusulkan. 

Namun pada tahun 2022, KLHK memberikan persetujuan lingkungan. 

“Hal ini sangat mengerikan. Setidaknya MA telah membantu melindungi masyarakat, lingkungan, dan sedikit reputasi Indonesia,” tuturnya dalam keterangan pers, Kamis, 29 Agustus 2024.

Disebutnya, masyarakat yang terancam telah mengajukan gugatan hukum terhadap PT DPM dan KLHK pada akhir tahun 2022, setelah mengetahui bahwa persetujuan lingkungan telah diberikan. 

Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mendukung pengaduan masyarakat dan memerintahkan agar persetujuan tersebut dibatalkan. Namun, Kementerian dan operator tambang, Dairi Prima Mineral, mengajukan banding atas keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi TUN, yang kemudian memenangkan mereka. 

Merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Tinggi TUN, masyarakat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan pada 12 Agustus 2024 mengeluarkan putusan yang memperkuat putusan PTUN.

Ditegaskan bahwa tambang tersebut berada di kawasan rawan bencana, tidak adanya partisipasi warga dan asas keterbukaan, bertentangan dengan rencana tata ruang wilayah, pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 

“Mahkamah Agung menguatkan kembali bahwa Persetujuan Lingkungan DPM dicabut,” tegas Tongam. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *