Sorbatua Siallagan: Tetua Adat Dikriminalisasi di Tanah Leluhurnya

Medan, Haroan – Massa aksi yang terdiri dari kelompok masyarakat adat, mahasiswa dan aktivis tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan, melaksanakan aksi di depan Pengadilan Tinggi Medan, Kamis, 10 Oktober 2024.

Massa aksi hadir untuk meminta keadilan kepada hakim agar dapat mengambil keputusan dengan objektif. 

Massa aksi datang membawa lembar fakta persidangan Sorbatua Siallagan, surat dukungan dari lembaga masyarakat sipil dan petisi online dari change.org yang terkumpul sebanyak 9576 tanda tangan. 

Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan dihadapkan pada ancaman serius setelah tetua adat mereka, Sorbatua Siallagan (65), dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Simalungun pada Agustus 2024. 

Putusan ini terkait tuduhan pendudukan lahan secara ilegal dan pembakaran hutan di areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL), meskipun tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan tersebut.

Sorbatua Siallagan, tetua adat keturunan Raja Ompu Umbak Siallagan, ditangkap secara paksa oleh aparat Kepolisian Daerah Sumatera Utara tanpa prosedur hukum yang jelas, menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. 

Penangkapan ini dilakukan berdasarkan laporan PT. TPL yang menuduh Sorbatua menduduki kawasan hutan negara dan melakukan pembakaran di kawasan hutan negara. 

Namun, di persidangan, terungkap bahwa tidak ada saksi yang menyaksikan langsung pembakaran tersebut, sementara tuduhan lainnya tidak memiliki dasar yang cukup kuat.

Satu dari tiga hakim dalam majelis memberikan dissenting opinion yang menegaskan bahwa Sorbatua tidak terbukti melakukan perbuatan pidana yang dituduhkan, dan seharusnya dibebaskan. 

BACA JUGA: Sorbatua Siallagan Putus 2 Tahun Penjara

Hakim Agung Cory Fondara Dodo Laia S.H. juga menyatakan bahwa kawasan hutan tersebut belum ditetapkan secara resmi sebagai hutan tetap oleh pemerintah, sehingga penerapan sanksi pidana tidak dapat diberlakukan dalam kasus ini. 

Sorbatua Siallagan diakui sebagai Pembela Hak Asasi Manusia (HRD) oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Surat Keterangan No. 471/PM.00/K/VII/2024. 

Sebagai pemimpin komunitas adat, perjuangan Sorbatua bukan hanya untuk hak atas wilayah adatnya, tetapi juga dalam menjaga lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Pengakuan terhadap hak atas masyarakat adat pada dasarnya telah tercantum pada Pasal 18B UUD 1945, Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), dan secara khusus di sektor kehutanan telah ditegaskan pengormatan dan perlindungan hak masyarakat adat tersebut dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). 

Akan tetapi, faktanya payung hukum yang mengatur khusus tentang masyarakat adat tidak juga diterbitkan. 

Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan dan berbagai pihak mendesak agar Pengadilan Tinggi Medan memberikan keadilan dengan membebaskan Sorbatua Siallagan dari semua tuduhan. 

Proses hukum ini dinilai sebagai upaya pelemahan terhadap perjuangan masyarakat adat dalam menjaga tanah dan hutan adat dari eksploitasi perusahaan besar. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *