Warga Dairi Bukan Tumbal Tambang, MA Didesak Tegakkan Keadilan

Kuasa hukum warga Dairi, Judianto Simanjuntak, yang juga mewakili Sekretariat Bersama Tolak Tambang menyatakan gugatan kasasi yang diajukan berkaitan dengan keselamatan hidup yang kini terancam oleh aktivitas tambang seng dan timah hitam PT DPM. 

“Dairi merupakan kawasan yang rawan gempa karena dilalui oleh tiga jalur patahan gempa yakni patahan Toru, Renun, dan Angkola. Kerawanan ini membuat Dairi tidak layak untuk ditambang karena peristiwa gempa dapat menjadi bencana yang membahayakan nyawa para warga di sekitar lokasi tambang. Steve Emerman, ahli hidrologi internasional dalam kajiannya terkait keberadaan PT DPM mengatakan bahwa rencana pertambangan yang diusulkan tidak tepat, karena berada di atas tanah yang tidak stabil dan lokasi gempa tertinggi di dunia. PT DPM adalah tambang yang akan mengakibatkan bencana jika diizinkan untuk dilanjutkan,’’ ujarnya.

Ihwal kerawanan tersebut, menurut Judianto, ditegaskan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang menyatakan Kabupaten Dairi merupakan daerah rawan bencana sehingga tidak layak untuk ditambang.

Selain itu, dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta menekankan Kecamatan Silima Pungga Pungga sebagai kawasan lahan sawah fungsional yang tidak dapat beralih fungsi, ditinjau dari pengaturan tata ruang Kabupaten Dairi. 

“Majelis Hakim PTUN Jakarta juga menekankan perlunya menerapkan asas kehati-hatian untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan,” katanya.

Ia mengatakan para warga Dairi dan warga perantauan dari Dairi sangat mengapresiasi putusan PTUN Jakarta tersebut. Tetapi, di tingkat banding, masyarakat Dairi dikalahkan Majelis Hakim PT TUN Jakarta dengan putusan membatalkan putusan PTUN Jakarta Nomor 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.

“Putusan PTTUN Jakarta adalah keliru dan tidak mempertimbangkan keselamatan warga serta kerusakan lingkungan yang akan terjadi sebagai dampak dari aktivitas pertambangan PT DPM,” kata dia.

Kekeliruan fatal lainnya, menurut Judianto, adalah putusan PTTUN Jakarta tersebut menyatakan PT DPM sudah melalui prosedur yang benar. Padahal, berdasarkan fakta, penerbitan persetujuan lingkungan berupa dokumen kelayakan lingkungan hidup tidak melibatkan masyarakat yang terdampak secara langsung, sehingga PT DPM tidak menjalankan prosedur yang benar. 

“Majelis Hakim PTTUN Jakarta juga keliru menyatakan warga yang menggugat tidak memiliki kepentingan hukum, padahal warga menggugat karena menjadi korban yang terdampak langsung aktivitas PT DPM,” kata dia. 

Atas kekeliruan putusan PTTUN Jakarta tersebut, warga Dairi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.

Meike Inda Erlina, Juru Kampanye Trend Asia dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengatakan, “Konflik antara warga Dairi dan PT DPM ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia masih mengedepankan ekonomi ekstraktif yang kita ketahui dikuasai oleh swasta, berskala besar, dan menimbulkan krisis multidimensi. Corak khasnya adalah sejak awal tidak ada pelibatan partisipasi warga secara bermakna, prosesnya tidak transparan sehingga warga tidak mendapatkan informasi utuh mengenai proyek yang akan mengancam ruang hidup dan keselamatan mereka, meskipun telah berulang kali meminta informasi tersebut,” kata dia. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *